Tipe Motor Penggerak Kapal


Di dalam sejarah perkembangan motor penggerak kapal terdapat beberapa tipe yang mendominasi hingga kurun waktu tertentu, adalah sebagai berikut : Reciprocating Steam Engine; mendominasi dunia ship propulsion (sistem penggerak kapal) hingga sekitar tahun 1910-an. Keunggulannya adalah terletak pada pengaturan beban, khususnya untuk arah reversed (arah mundur) yang mana Reciprocating Steam Engine memberikan kemudahan serta lebih efisien pada range kecepatan rotasi tertentu agar match dengan kinerja screw propeller. Kelemahannya Reciprocating Steam Engine adalah pada instalasinya yang relatif berat, kebutuhan space yang besar, output power per cylinder-nya masih sangat terbatas. Selain itu, Steam tidak dapat bekerja secara efektif pada tekanan relatif rendah. Serta kebutuhan fuel consumption yang tinggi, sebagai gambaran bahwa untuk triple-expansion engine maka memerlukan superheated steam yang mengkonsumsi bahan bakar (oil) hingga ± 0.70 kg per kWh.  Marine (Steam) Turbines; yang pertama diinstal oleh Sir Charles Parsons ke kapal Turbinia pada tahun 1894, dengan kecepatan mencapai 34 knots.
Kemudian turbines mengalami kemajuan pesat hingga pada tahun 1906, yang mana diaplikasikan sebagai tenaga penggerak untuk kapal perang HMS. Dreadnought dan kapal Atlantic Liner – Mauretania. Kebutuhan bahan bakar (fuel consumption) secara rata-rata untuk suatu Large Turbine adalah 0.30 kg per kWh. Namun demikian, keunggulan segi ekonomis tersebut mengalami suatu tantangan dari sisi Non-reversible dan Rotational Speed, yang mana memerlukan pertimbangan teknis lebih lanjut. Untuk kepentingan reverse diperlukan adanya reversing turbines yang secara terpisah diinstal ke sistem. Sementara itu untuk mengatasi rotational speed-nya yang relatif tinggi, maka
diperlukan adanya mechanical geared untuk menurunkan putaran output turbines khususnya untuk alat gerak kapal berjenis screw propeller, sehingga hal itu menyebabkan terjadinya power loss berkisar 2 hingga 4 persen. Penurunan putaran turbines (rpm) ke propeller shaft (poros propeller), dapat juga diatasi dengan merancang electric driven, yaitu dengan meng-couple secara langsung antara turbine dengan generator yang mana keduanya samasama memiliki operasional yang lebih efisien bila dalam kondisi putaran tinggi. Kemudian, generator men-supply listrik ke electric motor yang dihubungkan dengan poros propeller. Hal ini memberikan kelonggaran pada masalah lay-out engine room yang mana pengaruh hubungan poros secara langsung dari turbine ke propulsor dapat dieleminasi. Turbo-electric Drive juga memberikan keuntungan terhadap pengurangan untuk reversed gear mechanism serta fleksibilitas dalam operasinya. Namun demikian, power loss akibat transmisi tenaga serta investment perlu dipertimbangkan.
  • Internal Combustion Engines; yang digunakan dalam propulsi kapal, pada umumnya adalah Reciprocating engines yang beroperasi dengan prinsip-prinsip diesel (compression ignation) yang mana kemudian dikenal dengan nama Diesel Engines. Berbagai ukuran untuk Diesel Engines ini kemudian dibuat, mulai dari kebutuhan untuk pleasure boats hingga ke modern supertankers dan passenger liners. Engine ini dapat dikembangkan hingga memberikan lebih dari 2500 kW per cylinder, maka output power bisa mencapai 30,000 kW untuk 12 cylinders (40,200 HP). Torsi yang diproduksi oleh Diesel Engine, adalah dibatasi oleh maximum pressure dari masing-masing silinder-nya. Sehingga, ketika engine memproduksi maximum torque, maka artinya, maximum power hanya dapat dicapai pada kondisi maximum RPM. Diesel Engine secara konsekuensi, mungkin memproduksi power sedemikian hingga proporsional dengan RPM untuk masing-masing throttle setting-nya. Pembatasan ini kemudian menyebabkan masalah tersendiri didalam melakukan matching antara Diesel Engine dan Propeller.
  • Gas Turbine; juga telah dikembangkan dalam dunia ship propulsion yangmana bahan bakar (fuel) dibakar melalui proses udara yang dikompresikan, dan gas panas hasil pembakaran tersebut digunakan untuk memutar turbine. Gas turbine umumnya diaplikasikan pada dunia kedirgantaraan, dan perkembangannya sangat tergantung pada teknologi metal yang mampu menahan terhadap tekanan dan temperatur yang tinggi. Keunggulan dari gas turbine ini terletak pada ukuran dan kapasitas power yang dihasilkan dibandingkan dengan tenaga penggerak lainnya. Selain itu, kesiapannya untuk beroperasi pada kondisi fullload sangat cepat, yaitu berkisar 15 menit untuk warming-up period. Marine Gas Turbine sangat jarang dijumpai pada kapal-kapal niaga, hal ini disebabkan karena operasi dan investasinya yang relatif mahal. Sehingga paling banyak dijumpai pada kapal-kapal perang jenis, frigates; destroyers; patrol crafts; dsb. Instalasinya pun kadang merupakan kombinasi dengan tipe permesinan yang lainnya, yakni : Diesel engines.
  • Steam Turbin.
Beragam macam dari tipe marine engines, tidak semuanya di-rate pada basis yang sama. Sebagai misal, Steam Reciprocating Engines selalu di-rate dalam bentuk Indicated Power (PI ); Internal Combustion Engines dalam bentuk Indicated Power, atau juga, Brake Power (PB ); dan Turbine dalam bentuk Shaft Power (PS ). Bentuk Horse Power masih tetap digunakan sampai saat ini, dimana untuk 1 HP = 0.7457 kW, sedangkan dalam English units 1 HP = 550 ft-lb per sec. Indicated Power diukur di dalam cylinders, yang artinya, ada suatu instruments yang bertugas merekam secara kontinu tekanan uap atau gas. Dari resultant indicator card, Mean Effective Pressure diukur, sebagai berikut :
                        PI = pm . L . A . N [ dalam satuan kWatts ]
dimana :
pm = mean effective pressure, kN/m2
L = panjang piston stroke, m
A = effective piston area, m2
N = jumlah working stroke per sec.
Brake Power (PB) adalah power yang diukur pada crank-shaft coupling, dimana persamaannya adalah sebagai berikut :
PB = 2π . Q . N [ dalam satuan kWatts ] (1.2)
                        dimana Q adalah brake torque (kN-m), dan n adalah revolutions per sec.
Shaft Power (PS ) adalah power yang ditransmisikan melalui poros ke propeller. Pengukuran dilaksanakan dikapal, dengan lokasi ukur sedekat mungkin dengan propeller. Pengukuran dilakukan dengan bantuan suatu instrument (torsionmeter), yang mengukur sudut twist antara dua section poros propeller tersebut. Sudut terukur dapat diartikan proporsional terhadap torsi yang ditransmisikan. Shaft power dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut :

  [ dalam satuan kWatts ]
Dimana:  ds adalah shaft diameter (m)
G = Shear modulus of Elasticity dari material poros (kN/m2)
 θ = sudut twist yang terukur (derajad)
LS = panjang shaft hingga di titik dimana twist tersebut diukur (m)
 n = revolution per sec.
Harga dari shear modulus untuk poros baja adalah 8.35 x 107 kN/m2.

Ulasan

  1. terima kasih atas informasinya ya..


    www.winapack.com

    BalasPadam
  2. terimakasih atas informasinya ya..


    www.winapack.com

    BalasPadam

Catat Ulasan

Catatan popular daripada blog ini

Table Manners (Aturan Makan Internasional) ala Negara Eropa, Amerika, Jepang, dan Indoensia

Perhitungan Konstruksi Kapal (Sekat- Sekat dan Gading Kapal)

Pengertian Superintendent Engineering